Sabtu, 01 Mei 2010

PENDIDIKAN SASTRA

BAB I

Pengertian Sastra

Sastra dibentuk dari kata sas- yang berarti mengarahkan, mengajar dan memberi petunjuk. Akhiran –tra yang berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk..

Kata sastra ini kemudian diberi imbuhan su- , yang berarti baik atau indah, yakni baik isinya dan indah bahasanya. Selanjutnya, kata susastra diberi imbuhan gabungan ke-an sehingga menjadi kesusastraan yang berarti nilai hal atau tentang buku-buku yang baik isinya dan indah bahasanya.

Selain pengertian istilah atau kata sastra di atas, dapat juga dikemukakan batasan / defenisi dalam berbagai konteks pernyataan yang berbeda satu sama lain. Kenyataan ini mengisyaratkan bahwa sastra itu bukan hanya sekedar istilah yang menyebut fenomena yang sederhana dan gampang. Sastra merupakan istilah yang mempunyai arti luas, meliputi sejumlah kegiatan yang berbeda-beda. Kita dapat berbicara secara umum, misalnya berdasarkan aktivitas manusia yang tanpa mempertimbangkan budaya suku maupun bangsa. Sastra dipandang sebagai suatu yang dihasilkan dan dinikmati. Orang-orang tertentu di masyarakat dapat menghasilkan sastra. Sedang orang lain dalam jumlah yang besar menikmati sastra itu dengan cara mendengar atau membacanya.

Batasan sastra menurut Plato, adalah hasil peniruan atau gambaran dari kenyataan (mimesis). Sebuah karya sastra harus merupakan peneladanan alam semesta dan sekaligus merupakan model kenyataan. Oleh karena itu, nilai sastra semakin rendah dan jauh dari dunia ide.

BAB II

Sejarah Sastra Indonesia

Bertolak pada kesepakatan ahli yang menyatakan sastra indonesia berawal pada roman-roman terbitan Balai Pustaka tahun 1920-an, Sejarahnya hingga sekarang terhitung masih sangat muda, sekitar 80 tahun. Karena itu, diperlukan buku-buku sejarah sastra yang bisa dirujuk pelajar, mahasiswa, peminat, dan ahli sastra. Karena itu, wajarlah apabila perjalanan sejarah sastra Indonesia dibagi-bagi dengan mempertimbangkan momentum perubahan sosial dan politik, seperti tampak dalam buku Ajip Rosidi (1968). Pembagian yang lebih rinci dengan angka tahun menjadi 1900-1933, 1933-1942, 1942-1945, 1945-1953, 1953-1961, dan 1961-1967 dengan warna masing-masing sebagaimana tampak pada sejumlah karya-karya sastra yang penting Kemudian pada periode 1961-1967 tampak menonjol warna perlawanan dan perjuangan mempertahankan martabat, sedangkan sesudahnya tampak warna percobaan dan penggalian berbagai kemungkinan pengucapan sastra. Format baru Kalau momentum sosial-politik masih dipergunakan sebagai ancangan periodisasi sejarah sastra Indonesia 1900-2000, mungkin saja tercatat format baru dengan menempatkan tiga momentum besar sebagai tonggak-tonggak pembatas perubahan sosial, politik, dan budaya, yaitu proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, geger politik dan tragedi nasional 30 September 1965, dan reformasi politik 21 Mei 1998. Analisis struktural Umar Yunus tentang perkembangan puisi Indonesia dan Melayu modern (Bhratara, Jakarta, 1981) dan telaah struktural tentang novel Indonesia (Universiti Malaysia, Kuala Lumpur, 1974) barangkali dapat dipergunakan sebagai rujukan untuk menjelaskan perubahan-perubahan tersebut. Dengan mempertimbangkan ketiga momentum tadi maka diperoleh empat masa perjalanan sejarah sastra Indonesia, yaitu masa pertama mencakup tahun 1900-1945, masa kedua mencakup tahun 1945-1965, Masa ketiga mencakup tahun 1965-1998, dan masa keempat yang dimulai pada tahun 1998 hingga waktu yang belum dapat diperhitungkan.Dengan meminjam baju politik yang dianggap populer dantetap mempertimbangkan nasionalisme maka penamaan keempat masa perjalanan sastra Indonesia itu bisa menghasilkan tawaran sebagai berikut: Masa Pertumbuhan atau Masa Kebangkitan dapat dipergunakan untuk mewadahi kehidupan sastra Indonesia tahun 1900-1945 dengan alasan bahwa pada masa itu telah tumbuh nasionalisme yang juga tampak dalam sejumlah karya sastra, seperti sajak-sajak Rustam Efendi, Muhamad Yamin, Asmara Hadi dan lain-lain. Yang jelas, pada masa itu bertumbuhan karya sastra yang sebagian sudah bersemangat Indonesia dan sekarang memang tercatat sebagai modal awal khazanah sastra Indonesia. Masa Pemapanan dapat dipergunakan untuk mewadahi kehidupan sastra Indonesia tahun 1965-1998 dengan alasan pada masa itu terjadi pemapanan berbagai sistem: sosial, politik, penerbitan, dan pendidikan yang dampaknya tampak juga di bidang sastra Indonesia. Mengingat besarnya muatan sejarah sastra Indonesia itu maka diperlukan pembagian sejarah pertumbuhan dan perkembangannya menjadi empat masa seperti tersebut tadi, yaitu (1) masa pertumbuhan atau masa kebangkitan dengan angka tahun 1900-1945, (2) masa pergolakan atau masa revolusi dengan angka tahun 1945-1965, (3) masa pemapanan dengan angka tahun 1965-1998, dan (4) masa pembebasan dengan angka tahun 1998-sekarang.

BAB III

Perodisasi Sastra

Bila kita membicarakan sejarah perkembangan sastra tentu kita akan membicarakan mengenai periode-periode sastra dalam masa-masa yang mempunyai cirri dan sifat yang sama. Oleh karena itu lebih dulu harus diketahui apa yang dimaksud dengan periodisasi sastra dan apa yang menyebabkan timbilnya suatu periode baru.

Periode sastra ialah jangka masa yang panjang atau pendek di dalam perkembangan sastra yang menunjukkan sifat atau ciri yang khas meliputi janka masa itu dan memberi corak tertentu.

Perkembangan sastra adalah pencerminan perkembangan masyarakatnya. Dari hasil sastra, kita dapat elihat bagaimana perkembangan kehidupan dan pemikiran masyarakat. Demikianlah, akan terlihat dalam sejarah sastra Indonesia semenjak zaman lama sampai sekarang gambaran perkembangan dan langkah-langkah kemajuan masyarakt pemakai bahasa Melayu/Indonesia.

Kesusasteraan lama pada permulaan berbentuk lisan yang disampaikan dari mulut kemulut yang disampaikan atau diceriakan oleh tukang ceria, pelipur lra atau pawang. Sastra lisan ini berlangsung sampai tahun 1500 (Zuber Usman, 1960). Pada tahun ke -15 mulai hasil sastra sampai di Nusantara. Berbeda denagan hasil sastra Jawa yang telah menghasilkan sastra tertulis semenjak zaman Hind. Pada zaman pemerintah Darmawangsa telah mulai menyalin buku Mahabarata dan menyadur Buku –buku dari bahasa Sansekerta.

Sastra lisan Dikenal juga sebagai cerita rakyat atau Volkare yang hidup dalam masyarakat. Sedangkan sastra yang tertulis disebut sastra kerajan (keraton) yang dihimpun / disimpan di keratin. Hasil sastra lisan,ialah mantra,peribahasa, pepatah, pantun, cerita asal-usul, fabel, cerita jenaka dan cerita pelipur lara.

III.1 Periode Sastra Zaman Lama

Dalam sejarah sastra yang menjadi objek adalah hasil sastra konkret yang ada di hadaan kita yang diciptakan berbagai zaman. Jadi sastra objek sejarah sastra itu selalu ada berupa naskah-naskah lama atau karangan yang baru terbit. Sebab yang dibicarakan dalam sejarah sastra ialah hasil-hasil sastra yang benar –benar ada bukanlah mengenai hasil-hasil sastra yang sidah tidak ada atau yang sdah hilang. Misalnya hasil sastra yang telah dihancurkan / dibakar pada zaman Portugis menghancurkan Malaka tidak dapat lagi dicatatkan dicatatkan dalam sejarah sastra.

Dengan demikian jarak kita terhadap sejarah sastra lama dan baru sama. Dan penilaian kita terhadap sastra modern akan sama tetap atau tidak tepatnya, dengan penilaian kita terhadap hasil sastra lama. Ada pendapat bahwa kesusasteraan itu sebenarnya tidak mempunyai sejarah, sebab objeknya selalu ada di hadapan kita dan objek tersebut bersifat abadi (Rene Wellek, 1952: 265).

Periode sastra zaman lama dapat dibagi menjadi:

  1. Zaman Purba

Pada masa ini dapat dikatakan masih asli, belum ada pengaruh bangsa lain. Hasil sastra berbentuk lisan atau disebut sastra rakyat yang hidup dalam mayrakat. Sastra rakyat dapat dibgi dua, sastra rakyat berbentuk cerita dan sastra rakyat bukan berbentuk cerita.

  1. Zaman hindu / Budha

Tidak dapat dipastikan kapan bermula dan berakhir zaman Hindu, karena tidak ada tahun yang pasti dan juga tidak terdapat kenyataan dalam hasil-hasil sastra itu sendiri. Hasil sastra zaman Hindu yang kita dapati dalam bentuk tertulis, semuanya ditulis dengan huruf Arab Melayu. Berarti ditulis setelh Islam masuk.

Menurut ahli sejarah pengaruh Hindu di Nusantara bermula semenjak abad ketujuh Masehi. Hal ini dapat dilihat pada peninggalan-peningglan tertulis di Sumatera Selatan, pada batu bertulis: Talang Tua, Kota Kapur, Karang Berahi, dan Kedukan Bukit yang berangka tahun abad ketujuh. Berahirnya zaman Hindu dan kedatangannya pengaruh Islam sekitar abad 13/14 . Hasil sastra zaman ini adalah : Hikayat Pandawa Lima , atau Hikayat Pandawa Jaya yang diambil dari Mahabarata dan Ramayana. Bentuk asli Mahabarata dan Ramayana berbentuk puisi, dalam sastra Melayu menjadi hikayat atau prosa. Dalm sastra Jawa tetap dalam bentuk puisi/kakawin.

  1. Zaman Islam

Daerah-daerah yang mula-mula memeluk agama Islam, daerah pesisir antai utara Sumatera. Pada tahun 1292, Marcopolo mendapati Perlak telah beragama Islam. Di Pasai raja pertama memeluk Islam. Malikul Saleh yang meninggal pada tahun 1297. Batu tertulis yang ditemui di Minye Tujuh di Pasai dan Kedah menunjukkan Pasai elah diperintah oleh raja-raja Islam. Pada tahun 1416 pengembara Cina mendapati penduduk Aru, Samudera, Pedir dan Lambri telah beragama Islam. Pada tahun 1409 tercatat Malaka telah memeluk agma Islam.

Dengan perkembangan kekuasaan raja-raja di beberapa daerah ini, se[erti Pasai, Aceh dan Malaka, maka Islam juga ikut berkembang bukan saja sebagai satu agama, tetapi juga sebagai cara hidup yang kemudian menjadi dasar kebudayaan Melayu. Ada empat kerajaan Melayu yang menjadi pusat kesusasteraan dan agama Islam yaitu :

1. Kerajaan Samudera Pasai tahun 1280 – 1409

2. Kerajaan Malaka tahun 1409 – 1511

3. Kerajaan Aceh tahun 1511 – 1650

4. Kerajaan Johor – Riau tahun 1650 – 1800

d. Zaman peralihan ( zaman Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi )

Abdullah hidup 1796 – 1854 pada masa pengaruh Barat telah masuk dan penjajah Inggris dan Belanda talah mantap di belahan bumi Asia Tenggara ni. Abdullah terpengaruh oleh orang-orang Bart yang datang di Semenanjung Malaka misalnya: Raffel, Milne, Marsden, Thomson, dan lain-lain. Selain dengan penyebar-penyabar agama Nasrani yang datang di Semenanjung Malaka. Mereka membutuhkan Abdullah dalam penerjemahan dan Abdullah belajar bahasa-bahasa Barat kepada mereka, sehingga Abdullah terpengaruh oleh cara berpikir dan cara menulis orang Barat.

Pandangan dunia Abdullah adalah pandangan yang universal. Semenjak Abdullah, sastra melayu mengambil begian dalam kebudayaan dunia, kebudayaan universal. Gejala ini sudah mulai semenjak sastra Melayu dipengaruhi oleh sastra hindu dan Islam yang mencapai puncaknya pada diri Abdullah. Abdullah pengarang produktif dan kreatif. Ia menulis sepanjang hidupnya sampai ia meninggal di Jedah tahun 1854, dalam perjalanan menunaikan ibadah Haji. Tetapi bentuk puisi belum ada pembaharuan. Abdullah masih masih mempergunakan bentuk lama, pantun dan syaair. Hasil karya Abdullah: Hikayat Abdullah; Kisah pelayaran Abdullah dari Singpura ke Kelantan; Kisah pelayaran Abdullah ke Negeri Jedah; Syair Singapura Dimakan Api; Syair Kampung; Gelam Terbakar; Dawai Kulub (Pengobat Hati) ; Terjemahan Pancatantra ; Kitab Kamus bahasa melayu; mencetak sejarah Melayu; menulis Quran dengan tulisan yang indah dan bermacam-macam terjemahan dan saduran.

  1. Balai Pustaka

Sastra Indonesia pada periode Balai Pustaka berkembang secara berangsur dan bertahap yang kemudian sampai pada puncak perkembangan menghasilkan karya sastra jenis/genre roman yang belum dikenal dalam sastra Indonesi sebelumnya.

III.I.2 Tahap-tahap perkembangan Sastra Lama.

Tahap-tahap perkembangan Sastra Lama nya sebagai berikut:

(1) Mengumpulkan dan mencatat cerita-cerita rakyat. Dongeng-dongeng yang merupakn cerita turun-temurun.

(2) Menyelenggarakan terjemahan hasil-hasil sastra Eropa terutama Belanda, baik roman anak-anak, dan roman biasa. Pengarang Belanda dan pengarang Eropa lainnya dikenal bangsa Indonesia seperti Alexander Damas, Lewis Wallace, Mark Twain dan lain-lain.

(3) Menambah pengetahuan rakyat dengan memperbanyak buku bacaan, pengetahuan dalam bentuk bacaan yang praktis (misalnya mengenai kerajinan, perikanan dan lain-lain). Juga menerbitkan majalah dan Almannak.

(4) Menerbitkan kesempatan kepada mereka yang berbakat menulis cerita-cerita, roman atau lain-lainnya yang bias diterima oleh BP. Roman pertama terbit karya Merari Siregar, “Azab dan Sengsara” pada tahun 1920. Diikuti oleh M. Kasim “Muda Teruna” tahun 1920. Dan pada tahun 1922 terbit “Siti Nurbaya” karya Marah Rusli, tahun 1928 terbit “Salah Asuhan” karya Abdul Muis. Kedua roman terakhir ini merupakan roman puncak Balai Pustaka. Kemudian berturut-turut terbilah roman Balai Pustaka lainnya.

III.I.3 Syarat-ayarat yang dapat diterima Balai Pustaka

Syarat-ayarat yang dapat diterima Balai Pustaka ialah:

(1) Tidak boleh menyinggung agama atau adapt dalam arti dapat menimbulkan rasa kecewa atau permusuhan antara salah satu golongan.

(2) Tidak boleh membicarkan politik yang bertentangan dengan politik pemerintah (penjajah).

(3) Tidak boleh melnggar asusila.

III.I.4 Fungsi Balai Pustaka dalam perkembangan Sastra Indonesia

Sudah diketahui bahwa balai pustaka didirikan Belanda bukanlah dengan tujuan mencerdaskan bangsa Indonesia atau untuk membina dan memupuk pengarang berbakat, tetapi fungsi dan pengaruh Balai Pustaka besar terhadap perkembangan Sastra Indonesia. Seakan-akan Balai Pustaka telah meletakkan suatu landasan yang kokoh dalam perkembangan sastra Indonesia.

Selain sebagai pusat kesusastraan, Balai Pustaka adalah pusat penerbitan. Sebagian terbesar karya-karya sastra sebelun perang diterbitkan oleh BP. Dengan penerbitan semacam jaminan bahwa karya itu akan luas tersebar, dan dibaca, serta penyebaran yang luas ini mempunyai pengaruh terhadap perkembangan kesusasteraan. Prosa Balai Pustaka diantaranya:

(1) Roman

Roman merupakan bentuk prosa sastra Eropa yang tumbuh sekitar abad ke-18 dan ke-19. bentuk ini dikenal di Indonesia sekitar tahun 20-an, sebagai hasil puncak perkembangan sastra Indonesia periode Balai Pustaka.

Pada tahun 1920 Balai Pustaka menerbitkan roman yang ditulis dalam bahasa melayu tinggi karangan Merari Siregar berjudul “Azab dan Sengsara”. Dua tahun kemudian terbit “Siti Nurbaya” karangan Marah Rusli, yang merupakan roman puncak Balai Pustaka.

Ada pendapat yang mengatakan bahwa sebelum roman “Azab dan Sengsara” sudah ada roman-roman Indonesia yang terbit dalam bahasa daerah lainnya. Dan ada juga yang ditulis dalam bahasa Melayu, diterbitkan tidak melalui BP, karena isinya mengandung politik, menghasut rakyat seperti karya Mas Martodikromo dan Samaun. Selain itu ada yang ditulis dalam bahasa Melayu tidak bersifat politik, hanya untuk hibura yang ditulis oleh pengarang keturunan Cina yang dikenl dengan bahasa Melayu Cina.

Semua roman yang diteliti (15 buah) seluruhnya bermain di kota-kota Sumatera Barat atau di Sumatera Barat dan Jawa. Pengarangnya didominasi oleh pengrng Sumatera Barat di samping ada 2 orang berasal dari Batak dan satu orang dari Aceh. Sastra periode 1920 sebenarnya masih berupa “Sastra Daerah” yakni dalam arti “Sastra Melayu” untuk membandingkannya dengan sastra Jawa dan Sunda.

Ciri-ciri roman Balai Pustaka:

1) Merupakan roman regional (daerah) yang terjadi di daerah pengarangnya

2) Tema adapt, kawin paksa, pertentangan kaum tua dan kaum muda

3) Gaya bahasanya gaya lama yang lazim disebut gaya Balai Pustaka yang sangat terpelihara

4) Bahasa percakapan dimasukkandi antara bahasa tulisan

5) Pandangan hidup baru kontra moral

6) Bersifat didaktis

7) Akhir cerita pelaku-pelakunya umumnya meninggal dunia.

(2) Puisi

Perkembangan sastra Indonesia melalui BP akan terlihat bentuk sastra yang berkembang pesat adalah roman atau bentuk prosa. Karya sastra bentuk puisi masih berkisar pada jenis puisi lama. Syair dan pantun, seperti “Syair Putri Hijau”, “Syair si Lindung Delima”, dan sebagainya. Pantun biasa digunakan dalam roman sebagai alat untuk menyampaikan perasaan dan isi hati pelaku-pelakunya.

(3) Cerpen

Majalah Panji Pustaka yang diterbitkan BP semenjak tahun1923 telah memuat cerpen yang bersifat hiburan. Cerpen-cerpen ini disampaikan menggunakan bahasa lisan/bicara yang kemudian dituliskan. Dan cerpen dalam Panji Pustaka ini mengambil bahan dari kehidupan sehari-hari secara ringan dan sambil lalu. Biasanya peristiwa-peristiwa itu berlaku secara periodic, seperti terjadi pada hari lebaran atau tahun baru.

Dua orang penulis cerpen utama mula-mula ialah M. Kasim dengan kumpulan cerpen “Tema Duduk”, dan Suman HS. dengan kumpulan cerita “Kawan Bergelut”. Terutama M. Kasim gaya bahasanya masih dekat dengan gaya bahasa lisan. Disamping cerpen itu sebagai hiburan, juga mengandung kritik terhadat tokoh atau golngan tertentu.

Kemudian menyusul kumpulan cerpen karya Hamka yang berjudul “Didalam Lembah Kehidupan” dan kumpulan cerpen Saodah Alim bejudul “Taman Penghibur Hati”. Dilihat dari judulnya jelaslah bagi kita fungsinya sebagai hibura, tetapi cerpen Saodah sudah lebih luas daripada cerpen M.Kasim dan Suman Hs. Cerpen Saodah sudah mengandung kritik-kritik sosial.

III.2 Sastra Baru (Periode / Dekade 1930)

Sumpah Pemuda pada 28 oktober 1928 merupakan hasil puncak perjungan bangsa Indonesia untuk memiliki bahas persatuan bahasa Indonesia. Hal ini telah mengubah pandangan dan perjuangan pengarang-pengarang berpandangan mencari pelepasan keterkungkungan adaptasi yang berlaku di derah pengarangnya.

Sekitar tahun 1920 telah dikenal majalah yang diterbitkan oleh Balai Pustaka yaitu Sri Pystaka (1919-1941) dan Panji Pustaka (1919-1942). Semua majalah tersebut belum merupakan majalah khusus kebudayaan dan kesusasteraan Indonesia. Pada tahun 1930 terbit majalah Timboel (1930-1933), mula-mula dalam bahasa belanda, kemudian pada tahun 1932 terbit edisi bahasa Indonesia yang redakturnya Sanusi Pane.

Pada tahun 1933 timbullah ide Sultan Takdir Alisyahbana, Amir Hamzah dan Armyn Pane untuk menggabungkan semua penulis muda yang tersebar, alat pengikatnya majalah “Pujangga Baru”. Pada awal tahun 1933 mendengar surat perkenalan yang antara lain memuat pandangan mereka dalam garis besarnya.

Tanggal 29 juli 1933 terbit majalah Pujangga Baru nomor I. Di dalamnya tertampung tenaga-tenaga yang telah memperhatikan bidang kebudayaan persatuan Indnesia. Corak dan tujuan Pujangga Baru ditentukan pula oleh adanya cita-cita untuk membentuk suatu kebudayaan persatuan Indonesia yang terlihat pula dalam perkembangan majalah Pujangga Baru.

Pujangga Baru, mula-mula berjudul “Majalah Bulanan Kesusasteran dan Bahasa dan Kebudayaan serta Seni”. Kemudian pada tahun ketiga berjudul “Pembawa Semangat dalam Kesusasteraan dan Seni dan kebudyaan dan soal Masyarakat Umum. Terakhir berjudul “ Pembimbing Semangat Bru yang Dinamis untuk Membentuk Kebudayaan, Kebudayaan Persatuan Indinesia.

BAB IV

Karya Sastra

Karya sastra adalah karangan imajinatif yang mengungkapkan pengalaman hidup dan batin manusia. Sastra merupakan suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Sebagai karya kreatif, sastra harus mampu melahirkan suatu kreasi yang indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan manusia (Semi, 1988: 8). Karya sastra merupakan salah satu hasil seni.

Karya sastra merupakan cerminan, gambaran atau refleksi kehidupan masyarakat. Melalui karya sastra pengarang berusaha mengungkapkan suka duka kehidupan masyarakat yang mereka rasakan atau mereka alami. Selain itu karya sastra menyuguhkan potret kehidupan dengan menyangkut persoalan sosial dalam masyarakat, setelah mengalami pengendapan secara intensif dalam imajinasi pengarang, maka lahirlah pengalaman kehidupan sosial tersebut dalam bentuk karya sastra.

Dewasa ini pengertian karya sastra berkembang pesat, sebuah karangan disebut bernilai sastra bukanlah karena bahasanya indah, beralun-alun, penuh dengan irama dan perumpamaan, dan sebagainya. Ia harus dilihat secara keseluruhan dari nilai-nilai estetika, nilai-nilai moral, dan nilai-nilai konsepsional yang terdapat dalam karya sastra itu.

Pengarang mempunyai konsep yang berbeda-beda dalam melahirkan karyanya. Perbedaan konsep ini dapat disebabkan oleh latar belakang sosial kultural yang berbeda atau oleh adanya rasa individualis dan gejolak jiwanya. Hal ini menyebabkan tokoh yang ditampilkan dalam karya sastra merupakan tokoh yang memiliki jiwa dan gejolak dalam dirinya yang hal ini menyangkut masalah kehidupannya. Kehidupan yang dijalaninya akan membentuk jiwa tokoh menjadi kuat, menyesuaikan diri, atau mengantisipasi jalan hidupnya.

Setiap tokoh yang ditampilkan pengarang dalam sebuah karya sastra adalah tokoh yang mempunyai jiwa dalam menghadapi masalah hidup dan kehidupannya. Tokoh dengan konflik-konflik batin merupakan terjemahan perjalanan manusia ketika mengalami dan bersentuhan dengan kenyataan, peristiwa-peristiwa yang dihadapi merupakan masalah yang menyangkut seluk beluk nilai kehidupan personal. Citra, cita-cita, dan perasaan batin yang diungkapkan pengarang melalui tokoh-tokohnya sering dapat mewakili keinginan manusia akan kebenaran, nilai-nilai keagungan dan kritik terhadap kehidupan.

Karya sastra merupakan untaian perasan dan realita sosial (semua aspek kehidupan manusia) yang telah tersusun baik dan indah dalam bentuk benda konkret Quthb (dalam Sangidu, 2004: 38). Selain itu, karya sastra tidak hanya berbentuk benda konkret saja, seperti tulisan, tetapi dapat juga berwujud tuturan (speech) yang telah tersusun dengan rapi dan sistematis yang dituturkan (diceritakan) oleh tukang cerita atau yang terkenal dengan sebutan karya sastra lisan.

IV.1 Sifat Karya Sastra

Sifat Karya Sastra yakni:

(1) Karya sastra bersifat khayal(fictionality)

(2) Karya sastra memiliki nilai-nilai seni(aestic values) yang meliputi keutuhan (unity), kesatuan dan keragaman (unityin variety), keseimbangan (balance), keselarasan(harmoni), dan tekanan atau focus yang tepat(right emphasis)

(3) Penggunanan bahasa yang khas sebagai media sastra(special us of linguage)

IV.2 Manfaat Karya Sastra

Manfaat karya sastra yakni:

(1) Memberikan kesadaran kepada pembaca mengenai kebenaran-kebenaran hidup

(2) Memberikan kepuasan dan kegembiraan kepada pembaca

(3) Memberikan peluang kerja untuk penulis.

IV.3 Jenis-jenis Karya Sastra

Karya Sastra terdiri dari 3 jenis yaitu:

A. Puisi

Puisi merupakan salah satu bentuk karya sastra yang sangat selektif dalam penggunaan kata-kata apabila dibandingkan dengan bentuk karya sastra yang lain. Penggunaan kata-kata yang selektif dalam puisi dimaksukan untuk mengungkapkan ekspresi pengarang tentang gambaran atau lukisan kehidupan. Gambaran atau lukisan kehidupan tersebut dapat berupa masalah sosial, kritik sosial, ataupun protes sosial.

Puisi memiliki unsur intrinsik dan ekstrinsik. Yang dimaksud unsur intrinsik adalah unsur pembentuk puisi yang berasal dari dalam sastra itu sendiri. Unsur-unsur intrinsik puisi sebagai berikut:

1. Tema

Tema adalah gagasan pokok yang dikemukakan penyair dalam karyanya.. Untuk menemukan dan memahami tema, hendaknya terlebih dahulu membaca dan memahami bagian demi bagian dari seluruh isi puisi tersebut. Tema yang dikemukakan penyair dalam karyanya misalnya tentang ketuhanan, masalah sosial, kehidupan manusia, kasih sayang, kemanusiaan, atau pahlawan.

Contoh:

Karangan Bunga

Tiga anak kecil

Dalam langkah malu-malu

Datang ke Salemba

Sore itu

Ini dari kami bertiga

Pita hitam pada karangan bunga

Sebab kami ikut berduka

Bagi kakak yang ditembak mati

Siang tadi!

Karya: Taufiq Ismail

Tema yang diungkapkan dalam puisi tersebut tentang kepahlawanan, yaitu ucapan belasungkawa kepada para pahlawan tadak dikenal karena ditembak mati oleh musuh. Tema terebut dapat dilihat pada bait kedua, tepatnya dalam baris kedua, ketiga, dan keempat yaitu Pita hitam pada karangan bunga/sebab kami ikut berduka/Bagi kakak yang ditembak mati.

2. Persajakan

Persajakan atau rima adalah pola estetis bahasa yang berbentuk perulangan bunyi dalam puisi. Penyair menciptakan persajakan tujuannya sebagai berikut.

a. Ketika puisi tersebut diucaokan atau dibaca, dapat menimbulkan daya tarik dan perasaan tertentu kepada pembaca atau penikmatnya.

b. Untuk menimbulkan irama atau rima tertentu dalam sebuah puisi.

Sebenarnya kehadiran persajakan dalam puisi sangat mutlak diperlukan karena rima ini merupakan salah satu ciri pembeda antara puisi dengan prosa.

a. Berdasarkan perulangan bunyi secara umum, persajakan dikelompokan sebagai berikut.

1) Sajak Asonasi atau tidak sempurna adalah perulangan suku kata terakhir dan hanya sebagaian yang sama ( sebagaian vokal atau konsonan ).

Contoh:

Perarakan Jenasah

Kami mengiring jenasah hitam

Depan kami kereta api bergerak pelan

Orang-orang tua berjalan menunjuk diam

.................

Karya: Hartono Andangjaya

2) Sajak penuh atau sempurna adalah ulangan akhir seluruhnya sama.

Contoh:

Cisarua

Di lereng gunung lembah menghijau

Air terjun menghimbau-himbau

Merah beta melipur risau

Turut hasrat hendak menjangkau

.................

Karya: Deli S. Naga

3) Sajak Aliterasi adalah pengulangan bunyi pada awal kata (perubahan konsonan)

Contoh:

Padamu Jua

...………
Kaulah kendil kemerlap

Pelita jendela di malam gelap

Melambai pulang perlahan

Sabar setia selalu

.................

Karya: Amir Hamzah

4) Sajak Mutlak adalah sajak yang terdiri dari atas pengulangan kata secara utuh.

Contoh:

Bukit

Bukit tampa pepohonan dan rerumputan

Bukit gundul tanpa aspal

Sebuh danau penuh kurcaci

Sebuah kapal ada di laci

.................

Karya: Suripa Sadi Hutomo

5) Sajak rangkai adalah sajak yang tersusun sama pada akhir semua baris puisi.

Contoh:

Aku

.......................

Luka dan bisabkubawa berlari

Berlari

Hingga hilang pedih peri

.................

Karya: Chairil Anwar

6) Sajak rima adalah sajak yang terdiri atas perulangan konsonan-losonan dalam kata.

Conrohnya: puisi yang membuat kata-kata seperti berikut.

Beras petas

Mondar-nandir

Pontang-panting

b. berdasarkan sajak dalam baris, sajak dikelompokan sebagai berikut.

(1) Sajak awal adalah sajak yang perulangannya terletak pada awal baris.

Contoh:

Bukit tampa pepohonan dan rerumputan

Bukit gundul tanpa aspal

Sebuh danau penuh kurcaci

Sebuah kapal ada di laci

Karya: Suripan S.H

(2) Sajak tengah adalah sajak yang perulangannya terletak di tengah baris.

Daun-daun yang semampai

Semampai bersama angin

Daun-daun yang semampai

Bertabur bersama malam

.............. karya: Corry Moethalib

(3) Sajak akhir adalah sajak yang perulangannya terletak pada akhir

Contoh:

Nelayan Sangihe

...............

Caya bulan di ombak menitik

Embun berdikit turun merintik

Karya: J.E Tatengkeng

c. Berdasarkan susunan vertikal dalam daris, sajak dibedakan sebagai berikut.

1). Sajak sama atau sajak terus adalah sajak pada baris akhir sama sehingga sehingga bersajak a-a-a-a.

Conrtoh:

Nelayan Sangihe

Oh, Kumengerti

Kulihat disana setitik api

Itulah menarik matamu ke tepi

Mengharu hati

.............................

Karya: J.E Tatengkeng

2). Sajak bersilang adalah persamaan bunyi yang terdapat pada baris kesatu dan ketiga, kedua, dan keempat.

Contoh:

Berdiri Aku

...………
Angin pulang menyejuk bumi

Menepuk peluk menghempas emas

Lari kegunung memuncak bumi

Berayun-ayun diatas alas

.................

Karya: Amir Hamzah

Dalam puisi lama, yang bersajak disebut pantun.

3). Sajak Berpeluk adalah persamaan bunyi yang terdapat pada baris kesatu dengan keempat dan beris kedua dengan ketiga.

Contoh:

Nelayan Sangihe

...………
Di lenkung cahaya berhias bintang

Caya bulan diombak menitik

Embun berdikit turun merintik

Engkau menantikan ikan datang

.................

Karya: J.E. Tatengkeng

4). Sajak Berpasangan adalah sajak yang mempunyai rumus a-a-b-b-c-c

Contoh:

Padamu Jua

Di antara gudang, rumah tua, pada cerita

tiang serta temali, kapal, perahu, tiada berlarut,

Menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut,

Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelapak elang

Menyinggung muram, desir lari berenang.

.................

Karya: Choiril Anwar

5) sajak patah adalah sajak yang mempunyai rumus a-a-b-a

Contoh:

Aku

...………
aku ini binatang jalang

Dari kumpulanya terbuang

Biar peluru menembus kulitku

Aku peluru meradang menerjang

.................

Karya: Chairil Anwar

d. Majas atau Gaya Bahasa

Gaya bahasa atau bahasa figuratif adalah alat tertentu atau bahasa yang digunakan penyair untuk mengespresikan pikiran dan perasaan ke dalam karyanya atau puisinya.

Contoh:

Epos Laut

Busa dan buih putih

Menuntun gulungan ombak

Mengendap pasirputih pantai

Busa dan buih putih

Menuntun lelaki pelaut

Pulang dari kemenangan di laut

.................

Karya: Indonesia O Galelio

Kata menuntun pada baris kedua dan kelima merupakan gambaran perilaku busa dan buih putih pada baris kesatu dan keempat. Kedua kelompok kata pada baris-baris tersebut menggunakan majas personifikasi, yaitu peristiwa alam tersebut dikiaskan dalam keadaan yang dialami menusia. Baris kesatu yang berbunyi busa dan buih putih menggunakan majas repetisi karena dianggap penting dan diulang pada baris keempat.

e.Nada dan Suasana

Nada adalah sikap penyair yangditunjukan kepada pembaca atau penikmat karyanya. Sifat tersebut bisaberupa mengguraui, menasihati, mengejek, atau bersifat santai.

Suasana adalah keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisinya atau akibat psikologis yang ditimbulkan oleh puisi tersebut. Suasanya yang muncul dapat membentuk suasana batin, Misalnya benci, senang, sedih, sendu, acuh, atau gembira dan berbentuk suasana lahir, seperti: Keramaian kota, kedamaian desa, kesunyian malam, kekacauan perang, atau kesuburan tanah.

Contoh:

Aku

Kalau sampai waktuku

’ku mau tak seorang ’kan merayu

Tidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang

Dari kumpulanya terbuang

Biar peluru menembus kulitku

Aku peluru meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari

Berlari

Hingga hilang pedih peri

Dan aku lebih tidak peduli

Aku mau hidup seribu tahun lagi

Karya: Chairil Anwar

Nada dalam puisi tersebut menggambarkan keteguhan hati dan pendirian penyair dalam memegang prinsipnya. Walaupun dirayu atau dipengaruhi oleh siapa pun.Ia tetat memegang teguh prinsipnya sampai dibawa mati sekalipun.

Suasana dalam puisi menggambarkan keberanian penyair dalam memegang prinsipnya walaupun ia di benci, dianiaya, atau dikucilkan.

3. Latar Belakang Penyair

Latar belakang penyair ternyata sangat mempengaruhi karyanya. Latar belakang penyair itu meliputi riwayat hidup, latar belakang sosial budaya, dan latar waktu saat puisi itu di ciptakan.

B. Prosa

Prosa adalah jenis sastra yang berbeda dari puisi karena tidak terlalu terikat oleh irama, rima, atau kemerduan bunyi. Bahasa prosa dekat dengan bahasa sehari-hari. Yang termasuk prosa antara lain cerita pendek, novel, roman dan esai.

Cerpen merupakan salah satu jenis karya satra yang mudah di dapat. Cerpen hampir sama dengan novel, hanya saja cerpen lebih pendek sehingga dapat habis hanya dengan sekali baca. Unsur-unsur pembangun cerpen dapat dibagi menjadi dua yaitu unsur intrinsik yang terdiri dari tema, latar/setting, amanat, tokoh dan penokohan, alur cerita dan unsur ekstrinsik yaitu sikap penulis terhadap masalah yang dibahas, dan tujuan menulis cerpen.

Ciri-ciri karakteristik cerpen yaitu:

1. Menggambarkan sebagian kecil kehidupan pelaku

2. Hanya ada satu tema atau pokok permasalahan

3. Bahasanya jelas dan mudah dipahami

4. Tak ada perubahan nasib terhadap tokohnya

Novel merupakan bentuk karya sastra yang paling popular di dunia, berbeda dengan cerpen novel sangat istimewa di depan pembaca, novel berisi cerita yang lebih panjang daripada cerpen serta membutuhkan waktu yang lama untuk membacanya.

Ciri-ciri novel yaitu:

1. Tokoh-tokoh lebih dari 3,

2. Terdiri dari beberapa babak,

3. Tokoh mengalami perubahan nasib.

Roman merupakan satu bentuk prosa yang terdiri atas beberapa bagian atau bab dan menceritakan tentang kehidupan sehari-hari, tentang keluarga, meliputi kehidupan lahir dan batin.roman terbagi menurut isi dan sifatnya:

a) Roman sejarah

b) Roman terden

c) Roman sosial psikologi

Esai adalah karangan prosa (bebas) yang membahas suatu masalah secara sepintas dari sudut pandang penulis. Esai juga dapat diartikan sebagai sebuah bentuk karangan pendek yang mengemukakan suatu pokok masalah yang sangat menarik untuk dibahas, biasanya membahas politik, ilmu pengetahuan, sosial budaya, dan sebagainya.

Memahami sebuah karya sastra prosa seperti cerpen dan novel tidak dapat lepas dari pemahaman tentang unsur-unsur yang berada di dalam karya sastra itu sendiri dan unsur-unsur yang berada di luar karya sastra. Yang dimaksud pendekatan intrinsic terhadap karya sastra adalah suatu jenis pendekatan yang lebih melihat karya sastra (teks) itu sendiri sebagai karya sastra yang mandiri atau otonom. Adapun yang termasuk unsur-unsur intrinsic karya sastra adalah :

1. Tema

Tema merupakan suatu gagasan atau ide sentral yang menjadi pangkal tolak penyusunan karangan dan sekaligus menjadi sasaran karangan tersebut.

2. Amanat

Seorang pengarang dalam karyanya tidak sekedar ingin mengungkapkan gagasannya, tetapi mempunyai maksud tertentu atau pesan tertentu yang ingin disampaikan kepada pembaca. Pesan tertentu tersebut disebut amanat. Penyampaian amanat ini dapat dilakukan baik secara eksplisit maupun secara inplisit.

3. Plot/Alur

Plot/alur adalah sambung-sinambungnya peristiwa berdasarkan hukum sebab akibat. Alur tidak hanya mengemukakan apa yang terjadi, tetapi yang lebih penting adalah menjelaskan bagaimana hal itu bisa terjadi.

Macam-Macam Alur :

a) Alur maju atau progresif

Pengungkapan cerita dari sudut peristiwa-peristiwa yang terjadi dari masa kini ke masa yang akan datang. Contohnya “Bukan Karena Kau”, karya Toha Mochtar.

b) Sorot balik atau Regresif

Pengungkapan cerita dari sudut peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lampau atau sebelumnya ke masa kini. Misalnya novel Atheis, karya Achdiat Karta Miharja.

c) Alur Campuran

Pengungkapan cerita terkadang dijalin diatas peristiwa yang terjadi pada masa kini dan masa lampau, kemudian kembali menceritakan masa kini.

d) Alur Erat

Hubungan antara peristiwa yang satu dengan peristiwa lainnya organik sekali. Tidak ada suatu peristiwapun yang dapat dihilangkan. Misalnya “Sitti Nurbaya”, karya Marah Rusli.

e) Alur Longgar

Dalam alur longgar hubungan antara peristiwa tidak sepadu sehingga ada kemungkinan untuk menghilangkan suatu peristiwa, tanpa merusak keutuhan cerita. Misalnya “Katak Menjadi Lembu”,karya Nur Sutan Iskandar.

f) Alur Tunggal

Hanya menceritakan satu episode kehidupan.

g) Alur Ganda

Menceritakan lebih dari satu episode kehidupan. Contohnya “Burung-Burng Manyar”, karya Y.B. Mangun Wijaya.

h) Alur Menanjak

Jalan cerita terus naik, tanpa turun, tanpa ada peleraian sampai puncak penyelesaian cerita. Contoh “Pagar Kawat Berduri”, karya Trisnoyuwono.

4. Penokohan

Penokohan berkaitan dengan bagaimana sifat-sifat tokoh itu digambarkan dalam cerita oleh pengarang. Dalam menggambarkan analitik dan dramatik.

a) Metode Analitik

Metode analitik adalah pengarang secara langsung memaparkan watak tokoh dengan jalan menyebutkan sifat-sifatnya, misalnya Keras hati, keras kepala, tinggi hati, rendah hati, pengiba, bengis,pemalu, sombong, penipi.

b) Metode Dramatik

Metode dramatik adalah penggambaran watak tokoh yang tidak diceritakan secara langsung oleh pengarangnya, tetapi disampaikan melalui pilihan nama, penggambaran fisik (misalnya cara berpakaian, postur tubuh,reaksi antar tokoh, dan sebagainya), penggambaran melalui cakapan(baik dialok maupun monolog)

5. Latar (setting)

Latar atau setting meliputi hal-hal berikut:

a. Latar tempat, yaitu gambaran tempat atau lokasi terjadinya peristiwa dalam cerita.

b. Latar waktu, yaitu seluruh rentangan atau jangkauan waktu yang yang digunakan dalam cerita.

c. Latar suasana, yaitu suatu sekelilingin saat terjadinya peristiwa yang menjadi pengiring atau latar belakang kejadian penting.

Latar atau setting yang diciptakan pengarang dimaksudkan untuk memperjelas peristiwa dalam cerita agar menjadi logis sehingga pembaca mempunyai bayangan yang tepat terhadap tempat, waktu, dan suasana berlangsungnya peristiwa. Selain itu, setting juga diciptakan untuk menggerakkan emosi atau kejiwaan pembaca.

6. Pusat Pengisahan (sudut pandang/point of view)

Pusat pengisahan adalah cara pengarang menempatkan dirinya terhadap cerita, dari sudut mana pengarang memandang ceritanya. Pengarang memiliki bermacam-macam teknik dalam menceritakan suatu cerita sebagai berikut:

a) Author-omniscient(pengarang serbatahu, sebagai orang ketiga). Pengarang biasanya menggunakan kata dia untuk tokoh utama.

b) Author-participant(pengarang turut serta mengambil begian dalam cerita). Pengarang menggunakan kata aku sebagai tokoh utama.

c) Author-observer (pengarang sebagai peninjau, pemerhati, dan pengamat). Dengan teknik ini pengarang hanya sebagai pengamat, seolah-olah tidak mengetahui jalan pikiran tokohnya.

d) Multiple (campur-aduk), yaitu campuran ketiga cara di atas.

C. Drama

Drama adalah suatu aksi atau perbuatan (bahasa yunani). Sedangkan dramatik adalah jenis karangan yang dipertunjukkan dalan suatu tingkah laku, mimik dan perbuatan. Sandiwara adalah sebutan lain dari drama di mana sandi adalah rahasia dan wara adalah pelajaran. Orang yang memainkan drama disebut aktor atau lakon. Drama menurut masanya dapat dibedakan dalam dua jenis yaitu drama baru dan drama lama.

Drama baru adalah drama yang memiliki tujuan untuk memberikan pendidikan kepada masyarakat yang umumnya bertema kehidupan manusia sehari-hari. Sedangkan drama lama adalah drama khayalan yang umumnya menceritakan tentang kesaktian, kehidupan istana atau kerajaankehidupan dewa-dewi,kejadian luar biasa, dan lain sebagainya.

Macam-Macam Drama Berdasarkan Isi Kandungan Cerita :

  1. Drama komedi adalah drama yang lucu dan menggelitik penuh keceriaan.
  2. Drama tragedi adalah drama yang ada sedih dan penuh kemalangan.
  3. Drama tragedi-komedi adalah drama yang ada sedih dan ada lucunya.
  4. Opera adalah drama yang mengandung musik dan nyanyian.
  5. Lelucon / Dagelan Lelucon adalah drama yang lakonnya selalu bertingkah pola jenaka merangsang gelak tawa penonton.
  6. Operet / Operette Operet adalah opera yang ceritanya lebih pendek.
  7. Pantomim adalah drama yang ditampilkan dalam bentuk gerakan tubuh atau bahasa isyarat tanpa pembicaraan.
  8. Tablau adalah drama yang mirip pantomim yang dibarengi oleh gerak-gerik anggota tubuh dan mimik wajah pelakunya.
  9. Passie adalah drama yang mengandung unsur agama / relijius.
  10. Wayang adalah drama yang pemain dramanya adalah boneka wayang. Dan lain sebagainya.

BAB V

PEMBELAJARAN SASTRA

V.I. PUISI

Puisi di bentuk atas dua unsur, yaitu Unsur bahasa atau struktur fisik dan ungkapan hati penyair atau struktur batin Melalui pilihan kata yang tepat, suasana hati (gembira, sedih, kecewa atau dendam), ritma (bunyi akhir)dan ritma atau irama yang indah, penyair mengungkapkan gagasanya yang dapat diilhami dari masalah kehidupan sehari-hari. Gagasan tersebut diperoleh penyair karena kepekaanya menangkap berbagai persoalan atau kesenjangan yang ada di lingkungan sekitarnya.

V.I.I Langkah-langkah dalam menyusun sebuah puisi sebagai berikut.

1. Merumuskan pokok permasalahan yang di ungkapkan kedalam puisi, misalnya tentang peristiwa bencana alam, keindahan alam, ketimpangan sosial, atau kegagalan hidup.

Contoh:

Menyesal

Pagiku hil;ang sudah melayang,

Hari mudaku sudah pergi,

Sekarang petang sudah membayang,

Batang usiaku sudahtinggi

Karya: Ali Hasjmi

Penggalan puisi tersebut menceritakan penyesalan (penyair) yang telah menyia-nyiakan waktu mudanya. I ia tidak berbuat kebaikan (hal-hal yang berguna) sehingga ia merasa menyesal ketika mendekati ajal atau sudah tua.

2. Pilihan Kata atau diksi adalah ketepatan penggunaan suatu kata yang dapat menentukan kekuatan konsep, daya sugesti, pengimajinasian, atau ekspresi yang diungkapkan penyair,

Contoh: Untuk menekankan kekuatan konsep tentang wanita, penyair akan menggunakan kata bunga atau dara, menggambarkan kedudukan, kesedihan, atau kematihan menggunakan wana hitam atau kata beku.

3. Penggunaan bahasa Figuratir atau gaya bahasa untuk mengungkapkan kongsep. Penggunaan gaya bahasa dalam bahasa puisi mempunyai fungsi sebagai berikut.

a. Menghasilkan kesenangan imajinatif

b. Menghasilkan imaji tambahan dalam puisi sehingga konsep abstrak menjadi lebih nikmat dibaca.

c. Menambah intensitas perasaan penyair dan untuk menyampaikan sikap penyair.

d. Meningkatkan konsentrasi makna yang akan di sampaikan dan untuk menyampaikan sesuatu yang luas dengan bahasa yang singkat.

Gaya bahasa yang sering digunakan untuk mengungkapkan konsep di dalam puisi adalah majas metafora ( kiasan langsung atau benda yang dikiaskan tidak disebutkan), majas perbamndingan ( kiasan tidak langsung atau smile yang menggunakan kata-kata seperti, bak, laksana, bagai, atau ibarat), Personifikasi ( peristiwa atau keadan alam dikiaskan seperti keadan atau peristiwa yang dialami manusia). Hiperbola( kiasan yang berlebih-lebihan), Sinekdoks (kiasan untuk menyebutkan sebagian untuk maksut keseluruhan atau menyebutkan keselureuhan untuk maksut sebagian), Dan Ironi ( kiasan untuk mengungkapkan perlawanan sebagai sindiran)

Contoh:

a. Gaya bahasa metafora

Engkau putri duyung

Tawananku

Putrid duyung dengan suara merdu

………

Karya : W.S. Rendra

b. Gaya bahasa perbandinganmetafora

…………..

`Tubuh kalian batang pisang

Tajam tanganku lelancio gobang`

Karya : Ayip Rosidi

c. Gaya bahasa Personifikasi

………..

Hujan titik satu-satu

Menatap cakrawala malam jauh

………

Karya : Herwa

d. Gaya bahasa Hiperbola

…………….

Keringatnya bercucuran

Rambutnya jadi tipis

………

Karya : W.S. Rendra

e. Gaya bahasa Sinekdoke

1) Sinekdok pars prototo

………

Para petani bekerja

Berumah di gubuk-gubuk tampa jendela

………

Karya : W.S. Rendra

2) Sinekdok totem prototo

………

Penderitaan mengalir

Dari perit-parit wajah rakyatku

………

Karya : W.S. Rendra

4. Penggunaan Rima, yaitu pengulangan bunyi untuk membentuk musikalisasi, misalnya penggunaan bunyi –ku pada penghgalan puisi berikut.

Contoh:

Balada Terbunuhnya Atmo Karpo

……………..

Dengan kuku-kuku besi,kuda menebah perut bumi

Bulan berhianat gosok-gosokan tubuhnyadi pucuk-pucuk para.

………….

Karya: W.S Rendra

5. Tipografi atau tata wajah adalah penataan larik atau baris-baris puisi untuk membentu bait yang padu, sehingga menimbulkan aspek kekuatan makna, dan ekspresi penyair.

Contoh:

Rasa Baru

Zaman beredar!

Alam bertukar!

Suasana berisi nyayian hidup

Kita manusia

Terkarunia.

…………..

Karya: Intoyo

Puisi memiliki unsur intrinsik dan ekstrinsik. Yang dimaksud unsur intrinsik adalah unsur pembentuk puisi yang berasal dari dalam sastra itu sendiri. Unsur-unsur intrinsik puisi sebagai berikut:

Unsur ekstrinsik adalah unsur yang membentuk karya sastra yang berasal dari luar sastra itu sendiri. Unsur ekstrinsik meliputi unsur agama, sosial, ekonomi, budaya, politik, biografi penyair.

V.I.2 Menanggapi atau Mengapresiasi Puisi

Mengapresiasi puisi pada sasarnya merupakan sikap atau tanggapan pembaca terhadap puisi yang sedang dihadapi atau dibacanya. Kata Apresiasi berasal dari baha Inggris apresiasion yang artinya penghargaan.Dari pengetian tersebut dapat disimpulkan bahwa mengapresiasi puisi karya sastra adalah memberikan penghargaan terhadap karya sastra, baik puisi, cerita pendek, maupun drama.

Sebagai suatu sikap pengjhargaan, apresiasi puisi merupakan bentuk keaktian jiwa dalam menghayati karya sasta yang berbentuk puisi. Oleh karena itu, Apresiatir berusaha masuk kedalam rekaan yang diciptakan oleh puisi tersebut. Dengan cara itu, ia akan mudah memahami dan menafsirkan makna tersirat puisi tersibut. Unsur-unsur puisi yang apat diapresiasi meliputi unsur intriksik, seperti: tema, persajakan, gaya bahasa, dan suasana dalam puisi dan unsur ekstrinsik meliputi: latar belakang sosial dan budaya saat puisi diciptakan.

1. Tema

Tema adalah gagasan pokok yang dikemukakan penyair dalam karyanya.. Untuk menemukan dan memahami tema, hendaknya terlebih dahulu membaca dan memahami bagian demi bagian dari seluruh isi puisi tersebut. Tema yang dikemukakan penyair dalam karyanya misalnya tentang ketuhanan, masalah sosial, kehidupan manusia, kasih sayang, kemanusiaan, atau pahlawan.

Contoh:

Karangan Bunga

Tiga anak kecil

Dalam langkah malu-malu

Datang ke Salemba

Sore itu

Ini dari kami bertiga

Pita hitam pada karangan bunga

Sebab kami ikut berduka

Bagi kakak yang ditembak mati

Siang tadi!

Karya: Taufiq Ismail

Tema yang diungkapkan dalam puisi tersebut tentang kepahlawanan, yaitu ucapan belasungkawa kepada para pahlawan tadak dikenal karena ditembak mati oleh musuh. Tema terebut dapat dilihat pada bait kedua, tepatnya dalam baris kedua, ketiga, dan keempat yaitu Pita hitam pada karangan bunga/sebab kami ikut berduka/Bagi kakak yang ditembak mati.

2. Persajakan

Persajakan atau rima adalah pola estetis bahasa yang berbentuk perulangan bunyi dalam puisi. Penyair menciptakan persajakan tujuannya sebagai berikut.

a. Ketika puisi tersebut diucaokan atau dibaca, dapat menimbulkan daya tarik dan perasaan tertentu kepada pembaca atau penikmatnya.

b. Untuk menimbulkan irama atau rima tertentu dalam sebuah puisi.

Sebenarnya kehadiran persajakan dalam puisi sangat mutlak diperlukan karena rima ini merupakan salah satu ciri pembeda antara puisi dengan prosa.

a. Berdasarkan perulangan bunyi secara umum, persajakan dikelompokan sebagai berikut.

1) Sajak Asonasi atau tidak sempurna adalah perulangan suku kata terakhir dan hanya sebagaian yang sama ( sebagaian vokal atau konsonan ).

Contoh:

Perarakan Jenasah

Kami mengiring jenasah hitam

Depan kami kereta api bergerak pelan

Orang-orang tua berjalan menunjuk diam

.................

Karya: Hartono Andangjaya

2) Sajak penuh atau sempurna adalah ulangan akhir seluruhnya sama.

Contoh:

Cisarua

Di lereng gunung lembah menghijau

Air terjun menghimbau-himbau

Merah beta melipur risau

Turut hasrat hendak menjangkau

.................

Karya: Deli S. Naga

3) Sajak Aliterasi adalah pengulangan bunyi pada awal kata (perubahan konsonan)

Contoh:

Padamu Jua

...………
Kaulah kendil kemerlap

Pelita jendela di malam gelap

Melambai pulang perlahan

Sabar setia selalu

.................

Karya: Amir Hamzah

4) Sajak Mutlak adalah sajak yang terdiri dari atas pengulangan kata secara utuh.

Contoh:

Bukit

Bukit tampa pepohonan dan rerumputan

Bukit gundul tanpa aspal

Sebuh danau penuh kurcaci

Sebuah kapal ada di laci

.................

Karya: Suripa Sadi Hutomo

5) Sajak rangkai adalah sajak yang tersusun sama pada akhir semua baris puisi.

Contoh:

Aku

.......................

Luka dan bisabkubawa berlari

Berlari

Hingga hilang pedih peri

.................

Karya: Chairil Anwar

6) Sajak rima adalah sajak yang terdiri atas perulangan konsonan-losonan dalam kata.

Conrohnya: puisi yang membuat kata-kata seperti berikut.

Beras petas

Mondar-nandir

Pontang-panting

b. berdasarkan sajak dalam baris, sajak dikelompokan sebagai berikut.

(4) Sajak awal adalah sajak yang perulangannya terletak pada awal baris.

Contoh:

Bukit tampa pepohonan dan rerumputan

Bukit gundul tanpa aspal

Sebuh danau penuh kurcaci

Sebuah kapal ada di laci

Karya: Suripan S.H

(5) Sajak tengah adalah sajak yang perulangannya terletak di tengah baris.

Daun-daun yang semampai

Semampai bersama angin

Daun-daun yang semampai

Bertabur bersama malam

.............. karya: Corry Moethalib

(6) Sajak akhir adalah sajak yang perulangannya terletak pada akhir

Contoh:

Nelayan Sangihe

...............

Caya bulan di ombak menitik

Embun berdikit turun merintik

Karya: J.E Tatengkeng

c. Berdasarkan susunan vertikal dalam daris, sajak dibedakan sebagai berikut.

1). Sajak sama atau sajak terus adalah sajak pada baris akhir sama sehingga sehingga bersajak a-a-a-a.

Conrtoh:

Nelayan Sangihe

Oh, Kumengerti

Kulihat disana setitik api

Itulah menarik matamu ke tepi

Mengharu hati

.............................

Karya: J.E Tatengkeng

2). Sajak bersilang adalah persamaan bunyi yang terdapat pada baris kesatu dan ketiga, kedua, dan keempat.

Contoh:

Berdiri Aku

...………
Angin pulang menyejuk bumi

Menepuk peluk menghempas emas

Lari kegunung memuncak bumi

Berayun-ayun diatas alas

.................

Karya: Amir Hamzah

Dalam puisi lama, yang bersajak disebut pantun.

3). Sajak Berpeluk adalah persamaan bunyi yang terdapat pada baris kesatu dengan keempat dan beris kedua dengan ketiga.

Contoh:

Nelayan Sangihe

...………
Di lenkung cahaya berhias bintang

Caya bulan diombak menitik

Embun berdikit turun merintik

Engkau menantikan ikan datang

.................

Karya: J.E. Tatengkeng

4). Sajak Berpasangan adalah sajak yang mempunyai rumus a-a-b-b-c-c

Contoh:

Padamu Jua

Di antara gudang, rumah tua, pada cerita

tiang serta temali, kapal, perahu, tiada berlarut,

Menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut,

Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelapak elang

Menyinggung muram, desir lari berenang.

.................

Karya: Choiril Anwar

5) sajak patah adalah sajak yang mempunyai rumus a-a-b-a

Contoh:

Aku

...………
aku ini binatang jalang

Dari kumpulanya terbuang

Biar peluru menembus kulitku

Aku peluru meradang menerjang

.................

Karya: Chairil Anwar

d. Majas atau Gaya Bahasa

Gaya bahasa atau bahasa figuratif adalah alat tertentu atau bahasa yang digunakan penyair untuk mengespresikan pikiran dan perasaan ke dalam karyanya atau puisinya.

Contoh:

Epos Laut

Busa dan buih putih

Menuntun gulungan ombak

Mengendap pasirputih pantai

Busa dan buih putih

Menuntun lelaki pelaut

Pulang dari kemenangan di laut

.................

Karya: Indonesia O Galelio

Kata menuntun pada baris kedua dan kelima merupakan gambaran perilaku busa dan buih putih pada baris kesatu dan keempat. Kedua kelompok kata pada baris-baris tersebut menggunakan majas personifikasi, yaitu peristiwa alam tersebut dikiaskan dalam keadaan yang dialami menusia. Baris kesatu yang berbunyi busa dan buih putih menggunakan majas repetisi karena dianggap penting dan diulang pada baris keempat.

e.Nada dan Suasana

Nada adalah sikap penyair yangditunjukan kepada pembaca atau penikmat karyanya. Sifat tersebut bisaberupa mengguraui, menasihati, mengejek, atau bersifat santai.

Suasana adalah keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisinya atau akibat psikologis yang ditimbulkan oleh puisi tersebut. Suasanya yang muncul dapat membentuk suasana batin, Misalnya benci, senang, sedih, sendu, acuh, atau gembira dan berbentuk suasana lahir, seperti: Keramaian kota, kedamaian desa, kesunyian malam, kekacauan perang, atau kesuburan tanah.

Contoh:

Aku

Kalau sampai waktuku

’ku mau tak seorang ’kan merayu

Tidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang

Dari kumpulanya terbuang

Biar peluru menembus kulitku

Aku peluru meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari

Berlari

Hingga hilang pedih peri

Dan aku lebih tidak peduli

Aku mau hidup seribu tahun lagi

Karya: Chairil Anwar

Nada dalam puisi tersebut menggambarkan keteguhan hati dan pendirian penyair dalam memegang prinsipnya. Walaupun dirayu atau dipengaruhi oleh siapa pun.Ia tetat memegang teguh prinsipnya sampai dibawa mati sekalipun.

Suasana dalam puisi menggambarkan keberanian penyair dalam memegang prinsipnya walaupun ia di benci, dianiaya, atau dikucilkan.

3. Latar Belakang Penyair

Latar belakang penyair ternyata sangat mempengaruhi karyanya. Latar belakang penyair itu meliputi riwayat hidup, latar belakang sosial budaya, dan latar waktu saat puisi itu di ciptakan.

V.II Prosa

Pengertian prosa menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah wacana yang bentuknya bebas, tidak terikat oleh ketentuan yang berlaku pada sajak. (puisi). Bahasa prosa dekat dengan bahasa sehari-hari. Yang termasuk prosa antara lain cerita pendek, novel, roman dan esai.

Memahami sebuah karya sastra prosa seperti cerpen dan novel tidak dapat lepas dari pemahaman tentang unsur-unsur yang berada di dalam karya sastra itu sendiri dan unsur-unsur yang berada di luar karya sastra. Yang dimaksud pendekatan intrinsic terhadap karya sastra adalah suatu jenis pendekatan yang lebih melihat karya sastra (teks) itu sendiri sebagai karya sastra yang mandiri atau otonom.

Adapun yang termasuk unsur-unsur intrinsik prosa adalah :

1. Tema

Tema merupakan suatu gagasan atau ide sentral yang menjadi pangkal tolak penyusunan karangan dan sekaligus menjadi sasaran karangan tersebut.

2. Amanat

Seorang pengarang dalam karyanya tidak sekedar ingin mengungkapkan gagasannya, tetapi mempunyai maksud tertentu atau pesan tertentu yang ingin disampaikan kepada pembaca. Pesan tertentu tersebut disebut amanat. Penyampaian amanat ini dapat dilakukan baik secara eksplisit maupun secara inplisit.

3. Latar (setting)

Latar atau setting meliputi hal-hal berikut:

a) Latar tempat, yaitu gambaran tempat atau lokasi terjadinya peristiwa dalam cerita.

b) Latar waktu, yaitu seluruh rentangan atau jangkauan waktu yang yang digunakan dalam cerita.

c) Latar suasana, yaitu suatu sekelilingin saat terjadinya peristiwa yang menjadi pengiring atau latar belakang kejadian penting.

Latar atau setting yang diciptakan pengarang dimaksudkan untuk memperjelas peristiwa dalam cerita agar menjadi logis sehingga pembaca mempunyai bayangan yang tepat terhadap tempat, waktu, dan suasana berlangsungnya peristiwa. Selain itu, setting juga diciptakan untuk menggerakkan emosi atau kejiwaan pembaca.

4. Plot/Alur

Plot/alur adalah sambung-sinambungnya peristiwa berdasarkan hukum sebab akibat. Alur tidak hanya mengemukakan apa yang terjadi, tetapi yang lebih penting adalah menjelaskan bagaimana hal itu bisa terjadi.

Macam-Macam Alur :

a. Alur maju atau progresif

Pengungkapan cerita dari sudut peristiwa-peristiwa yang terjadi dari masa kini ke masa yang akan datang.

b. Sorot balik atau Regresif

Pengungkapan cerita dari sudut peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lampau atau sebelumnya ke masa kini.

c. Alur Campuran

Pengungkapan cerita terkadang dijalin diatas peristiwa yang terjadi pada masa kini dan masa lampau, kemudian kembali menceritakan masa kini.

d. Alur Erat

Hubungan antara peristiwa yang satu dengan peristiwa lainnya organik sekali. Tidak ada suatu peristiwapun yang dapat dihilangkan.

e. Alur Longgar

Dalam alur longgar hubungan antara peristiwa tidak sepadu sehingga ada kemungkinan untuk menghilangkan suatu peristiwa, tanpa merusak keutuhan cerita.

f. Alur Tunggal

Hanya menceritakan satu episode kehidupan.

g. Alur Ganda

Menceritakan lebih dari satu episode kehidupan

h. Alur Menanjak

Jalan cerita terus naik, tanpa turun, tanpa ada peleraian sampai puncak penyelesaian cerita.

5. Penokohan

Penokohan berkaitan dengan bagaimana sifat-sifat tokoh itu digambarkan dalam cerita oleh pengarang.

6. Pusat Pengisahan (sudut pandang/point of view)

Pusat pengisahan adalah jalinan atau rangkaian peristiwa dalam suatu cerita. Pengarang memiliki bermacam-macam teknik dalam menceritakan suatu cerita sebagai berikut:

a) Author-omniscient(pengarang serbatahu, sebagai orang ketiga). Pengarang biasanya menggunakan kata dia untuk tokoh utama.

b) Author-participant(pengarang turut serta mengambil begian dalam cerita). Pengarang menggunakan kata aku sebagai tokoh utama.

c) Author-observer (pengarang sebagai peninjau, pemerhati, dan pengamat). Dengan teknik ini pengarang hanya sebagai pengamat, seolah-olah tidak mengetahui jalan pikiran tokohnya.

d) Multiple (campur-aduk), yaitu campuran ketiga cara di atas.15

V.II.1 Menulis Prosa

Cerita pendek atau cerpen adalah karangan fiktif yang menceitakan sebagian kehidupan seseorang atau kehidupan menusia yang diceritakan secara ringkas.

Pada dasanya langkah-langkah menyusun cerita pendek hamper sama menyusun karangan. Langkah-langkah menyusun cerita pendek sebagai berikut.

1) Menentukan Tema

2) Menentukan Pusat pengisahan ( sudut pandang )

3) Menentukan perwatakan

4) Menentukan latar atau setting

5) Menyajikan dalam alur cerita

Pusat pengisahan adalah jalinan atau rangkaian peristiwa dalam suatu cerita. Yang terbagi sebagai berikut.

a) Pengantar adalah lukisan keadaan yang menuntuk pembaca pada masalah, tema, jalan cerita.

b) Penampilan masalah adalah Tahap pelaku mulai menghadapi permasalahan atau konflik.

c) Klimak adalah tahap yang menggambarkan permasalahan ketika mencapai puncak.

d) Penuruna adalah tehap permasalahan mulai dapat diatasi oleh tokoh atau pel;aku cerita.

e) Penyelesaian adalah tahap cerita yang berisi penyelesaian masalah

V.III Drama

Kata drama berasal dari bahasa yunanai yang berarti berbuat. Dapat dikatakan drama adalah bentuk karya sastra yang mempertunjukkan sifat atau budi pekerti manusia dengan gerakdan peracakapan yang dipentaskan. Pemaparan ceritanya dalam bentuk percakapan atau dialok.

V.III.I Cara Menyusun Karya Sastra Drama

Langkah-langkah menyusun drama sebagai berikut:

  1. Menentukan tema atau pokok permasalahan yang akan dkumpulkan kedalam drama.
  2. Menyusun alur cerita dalam bentuk dialok atau percakapan yang terbagi bebagai berikut.

a) Tahap perkenalan adalah tahap yang menceritakan atau membicarakan waktu, tempat kejadianya cerita, dan tokoh tokoh pelaku dalam drama. Tahap perkenalan merupakan awal cerita drama.

b) Tahap Pertikaian adalah tahap mulai terjadi pertikaian atau konflik antar tokoh ataupun antar pelaku dalam drama.

c) Tahap klimak atau krisis adalah tahap meruncing atau memuncaknya pertkaian atau perselisihan dalam drama oleh para pelaku.

d) Tahap peleraian adalah munculnya peristiwa atau kejadian yang memecahkan persoalan yang dihadapi oleh para pelaku.

e) Tahap penyelesaian adalah bagian yang memperlihatkan okoh utama menyelesaikan persoalan yang dihadapi. Tahap penyelesaian dapat menyenangkan atau menyedihkan.

  1. Menyusun naskah drama dalam bentuk dialog antar pelaku atau antar tokoh dalam drama. Selanjutnya, melalui dialok atau percakapan yang di pentaskan, penonton akan memahami isi atau cerita dalam rama.
  2. Menentukan watak atau karkter tokoh yaitu menampilkan cirri-ciri jiwa tokoh dalam drama. Biasanya gambaran watak tokoh ini tercermin dalam sikap tokoh ketika menghadapi masalah, tingkah laku, atau pervakapan.

Pemberian watak pada para pelaku dalam drama dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a) Sikap perilaku terhadap lingkungannya, seperti: pendiam, suka tertawa, atau periang.

b) Melalui percakapan dengan tokoh lain, Seperti: berkata kasar, halus, keras, atau lemah.

c) Melalui penampilan para pelaku, seperti: cara berpakaian, berbicara, atau makan.

  1. Menentukan Latar atau setting adaalah untuk menggambarkan tempat dan waktu terjadinya peristiwa dalam drama. Setting sangat penting untuk memberikan gambaran cerita jika drama tersebut dipentaskan.

V.III.2 Macam-Macam Drama

Macam-macam drama berdasarkan isi kandunganya

1) Drama komedi adalah drama yang lucu dan menggelitik penuh keceriaan.

2) Drama tragedi adalah drama yang ada sedih dan penuh kemalangan.

3) Drama tragedi-komedi adalah drama yang ada sedih dan ada lucunya.

4) Opera adalah drama yang mengandung musik dan nyanyian.

5) Lelucon / Dagelan adalah drama yang lakonnya selalu bertingkah pola jenaka merangsang gelak tawa penonton.

6) Operet / Operette adalah opera yang ceritanya lebih pendek.

7) Pantomim adalah drama yang ditampilkan dalam bentuk gerakan tubuh atau bahasa isyarat tanpa pembicaraan.

8) Tablau adalah drama yang mirip pantomim yang dibarengi oleh gerak-gerik anggota tubuh dan mimik wajah pelakunya.

9) Passie adalah drama yang mengandung unsur agama / relizius.

10) Wayang adalah drama yang pemain dramanya adalah boneka wayang. Dan lain sebagainya.

V.III.3 Analisis Drama

V.III.3.1 analisis Tema

Menganaisis tema merupakan hal yang tersulit dalam melakukan analisis drama karena harus menyimak dan memahami senua dialog-dialok yang di lakukan oleh masing-masing tokoh ( terutama pada tokoh utama ).

V.III.3.2 Analisis Perwatakan Tokoh

Untuk menganalisis karakter toko-tokoh tersebut perlu dipahami dengan tepat bagaimana cara pengarang menggambarkan perwatakannya. Kita dapat nelihat dari dialog0dialok yang di ucapakan oleh tokoh tersebut.

V.III.3.3 Analisis Latar

Dalam pementasan drama terdapat beberapa macam latar, macam-macam latar tersebut adalah:

1) Latar Fisik yaitu latar yang menyangkut tentang ruang dan waktu pementasan drama.

2) Latar Sepirutual yaitu latar yang mencerminkan faktor sosial budaya, adat istiadat, kepercayaan.

3) Latar Tipikal yaitu latar yang mencerminkan kekhasan suatu daerah tertentu.

4) Latar Netral yaitu latar yang tidak memiliki khas suatu daerah tertentu.

V.III.3.4 Analisis Bahasa

Dalam menganalisis bahasa dalam drama harus maman dialok yang digunakan oleh para tokoh. Yaitu melalui dialok yang komunikatif, memahami gambaran pemikiran tokoh, serta karakter yang dimiliki oleh nasing-masing tokoh.

V.III..3.4 Analisis Amanat

Dalam penyampaian pesan drama derdapat dua cara yaitu secara langsung dan secara tidak langsung. Secara langsung langsung biasanya melalui lakon-lakon yang dipentaskan dalam cerita. Sedangkan cara tidak langsung yaitu kisah yang disampaikan oleh pengarang secara tersirat yaitu pesan yang perlu ditafsir oleh penikmat drama melalui peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam pementasan.

V.III.4 Contoh Teks Drama

Untuk lebuh memahami tentang drama berikut ini contoh penggalan drama ” Lena Tak Pulang ’ karya Hasby Ahmad

Lena Tak Pulang

Karya : Hasby Ahmad

Lampu menyala dalam sebuah rumah. sofa besar menghadap tv. Meja makan.kulkas. pintu kamar mandi. pintu dapur. pintu kamar tidur. pintu keluar masuk rumah. pak lena duduk memandang tv. Bu lena keluar dari kamar mandi”.

Bu Lena : “Lena sudah pulang, Pak?

Pak Lena :”Belum!

Bu Lena : ”(Duduk di kursi meja makan) Bagaimana ini? Sudah tiga hari ia tidak pulang.

Pak Lena : ”Nanti juga pulang

Bu Lena : ”Sudah tiga hari

Pak Lena : ”Nanti juga pulang

Bu Lena : “Ya, tapi belum juga pulang, padahal sudah tiga hari. Dia itu kan perempuan.

Pak Lena :”(Tetap memandang tv) Anak kita

Bu Lena : ”Iya, anak kita, tapi ia perempuan dan belum pulang tiga hari.

Pak Lena : “Nanti juga pulang sendiri ketika bekalnya lari telah habis.

Bu Lena : ”Tidak segampang itu, Pak, ia itu perempuan!

Pak Lena : “Jika memang ia perempuan, ia akan pulang.

Bu Lena : ”Tapi belum…(Menghentikan kalimat, memperhatikan pintu keluar rumah)Ada yang datang, sepertinya itu Lena, anak kita, pulang juga ia setelah tiga hari tidak pulang.

Pak Lena :“Bukan, pasti temannya datang mencari.

Bu Lena : ”Pasti Lena

Pak Lena : ”Berani taruhan

Bu Lena : ”Taruhan apa?

Pak Lena : “Jika bukan Lena, lebaran tahun ini kita pulang ke rumah orang tuaku.

Bu Lena : ”Tapi tahun kemarin sudah

Pak Lena : ”Itu karena kau kalah taruhan

Bu Lena : ”Ya tidak bisa, bayangkan dalam lima tahun ini kita tidak pernah pulang ke rumah orang tuaku.

Pak Lena : ”Berani taruhan tidak?

Bu Lena :”(Bingung) Ehm…

Pak Lena :”Dengar langkah itu sudah semakin dekat.

Bu Lena :”Baik

terdengar ketukan pintu. bu lena membuka pintu. kecewa.

DAFTAR PUSTAKA

Daryanto. 1997. Kamus Bahasa Andonesia. Surabaya: Apollo

Pariwara, Intan. 2003. Bahasa Indonesia 2a. Klaten: Intan Pariwara

Suparno, dkk. 2005. Bahasa dan Satra Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika

|Yassin,H.B. 1982 Gema Tanah Air Prosa dan Puisi I. Jakarta: Gunung Agung